Petruk Dadi Ratu

Petruk Dadi Ratu? Judul Lakon Pewayangan ini terasa menggelitik. Entah kenapa aku tiba-tiba jadi tertarik setelah melihat sebuah kendaraan melintas dengan tulisan tersebut di kaca depannya. Ini seperti  memutar ulang membaca buku pelajaran Bahasa Daerah sewaktu SD. Memang untuk SD di Jawa Tengah pada saat itu ada muatan lokal yang diisi dengan Pelajaran Bahasa Daerah (Bahasa Jawa). Entahlah apakah sekarang, juga masih ada pelajaran seperti itu.


Kembali ke judul di atas, artinya adalah “Petruk Jadi Raja.” Lho kok Petruk jadi Raja? Petruk itu kan cuma abdi,  jongos,  atau orang yang tugasnya cuma momong ksatria-ksatria di dunia pewayangan seperti salah satunya adalah Arjuna. Banyak yang mengartikan lakon Petruk Dadi ratu sebagai sebuah simbol ketidak becusan seorang pemimpin, atau seorang yang tidak layak menjadi pemimpin dijadikan pemimpin hasilnya adalah kekacauan. Segalanya berjalan sudah tidak pada pada tempatnya. Dimana Pebisnis menjadi pejabat ataupun pelawak menjadi wakil rakyat. Bisa juga di artikan sebagai sebuah khayalan yang berlebih.  Walaupun sesungguhnya hal tersebut tidaklah sepenuhnya benar.


Mari kita ulas sedikit asal-usul Petruk ini. Menurut pedalangan, ia adalah anak pendeta raksasa di pertapaan dan bertempat di dalam laut bernama Begawan Salantara. Sebelumnya ia bernama Bambang Petruk Panyukilan. Ia gemar bersenda gurau, baik dengan ucapan maupun tingkah laku dan senang berkelahi. Ia seorang yang pilih tanding/sakti di tempat kediamannya dan daerah sekitarnya. Oleh karena itu ia ingin berkelana guna menguji kekuatan dan kesaktiannya.

Di tengah jalan ia bertemu dengan Bambang Sukodadi dari pertapaan Bluluktiba yang pergi dari padepokannya di atas bukit dengan maksud untuk mencoba kekebalannya. Karena mempunyai maksud yang sama, maka terjadilah perang tanding. Mereka berkelahi sangat lama, saling menghantam, bergumul, tarik-menarik, tendang-menendang, injak-menginjak, hingga tubuhnya menjadi cacat dan berubah sama sekali dari wujud aslinya yang tampan. Perkelahian ini kemudian dipisahkan oleh Semar dan Bagong. Mereka diberi petuah dan nasihat sehingga akhirnya keduanya menyerahkan diri dan berguru kepada Semar atau Sanghyang Ismaya. Demikianlah peristiwa tersebut diceritakan dalam lakon Batara Ismaya Krama. Karena perubahan wujud tersebut masing-masing kemudian berganti nama. Bambang Pecruk Panyukilan menjadi Petruk, sedangkan Bambang Sukodadi menjadi Gareng.

Berikut adalah kisah Petruk Dadi Ratu.
Diceritakan oleh : Su Rahman

Sebagai salah satu punakawan resmi mayapada. Petruk sudah mengabdi kepada puluhan”ndoro” (tuan), sejak jaman Wisnu pertama kali menitis ke dunia. Hingga saat Wisnu menitis sebagai Arjuna Sasrabahu, menitis lagi sebagai Rama Wijaya, menitis lagi sebagai Sri Kresna. Petruk tetap di sini sebagai seorang pengabdi, karena itu adalah peranan agungnya.

Petruk hanya bisa tersenyum kadang tertawa geli, dan sesekali melancarkan protes akan kelakuan “ndoro-ndoro” (tuan-tuan)-nya yang sering kali tak bisa diterima nalar. Tapi ya memang hanya itu peran Petruk di mayapada ini. Dia tidak punya wewenang lebih dari itu. Meskipun sebenarnya kesaktian Petruk tidak akan mampu ditandingi oleh tuannya yang manapun juga.

Berbeda dengan Gareng yang meledak-ledak dalam menanggapi kegilaan mayapada, berbeda pula dengan Bagong yang sok cuek dan selalu mengabaikan tatakrama. Petruk berusaha lebih realistis dalam menyikapi segala sesuatu yang terjadi. Meskipun nyeri dadanya acapkali muncul saat melihat kejadian-kejadian hasil rekayasa ndoro-ndoro nya.

Petruk sudah hafal betul dengan model paham kekuasaan di Karang Kedempel dari waktu ke waktu. Kalau mau, sebenarnya bisa saja Petruk mengamuk dan menghajar siapa saja yang dianggap bertanggung jawab atas kesemrawutan pemerintahan. Dengan kesaktiannya, apa yang tak bisa dilakukan Petruk, bahkan (dulu) pernah terjadi, Sri Kresna hampir saja musnah menjadi debu dihajar anak Kyai Semar ini. Tapi Petruk sudah memutuskan untuk mengambil posisi sebagai punakawan yang resmi. Dia sudah bertekad tidak lagi mengambil tindakan konyol seperti yang dulu sering dia lakukan. Baginya, kemuliaan seseorang tidak terletak pada status sosial. Pengabdian tidak harus dengan menempati posisi tertentu. Melainkan pada pengabdiannya terhadap nusa dan bangsa.

Singkat cerita Petruk menjelma menjadi Prabu Kanthong Bolong, Petruk melabrak semua tatanan yang sudah terlanjur menjadi “main stream” model kekuasaan di mayapada. Dia menjungkirbalikkan anggapan umum, bahwa penguasa boleh bertindak semaunya, bahwa raja punya hak penuh untuk berlaku adil atapun tidak. Karuan saja, Ulah Prabu Kanthong Bolong membuat resah raja-raja lain. Bahkan, kahyangan Jonggring Saloka pun ikut-ikutan gelisah. Kawah Candradimuka mendidih perlambang adanya “ontran-ontran” yang  membahayakan kekuasaan para dewa.
Maka secara aklamasi disepakati, skenario “mengeliminir” raja biang keresahan. Persekutuan raja dan dewa dibentuk, guna melenyapkan suara sumbang yang mengganggu tatanan keyamanan yang sudah terbentuk selama ini. Hasilnya?, semua usaha untuk melenyapkan suara sumbang itu gagal total.Bukannya Prabu Kanthong Bolong yang mati. Tapi raja jadi-jadian Petruk ini malah mengamuk. Siapapun yang mendekat dihajarnya habis-habisan. Semua lari terbirit-birit.

Kesaktian dan semua ajian milik dewa-dewa dan raja-raja, seperti tak ada artinya menghadapi Prabu Kanthong Bolong. Tahta Jungring Saloka pun dikuasai raja murka ini.

Keadaan semakin semrawut. Sampai akhirnya Semar Bodronoyo turun tangan mengendalikan situasi. “Ngger, Petruk anakku!”, Semar berujar pelan, suaranya serak dan berat seperti biasanya. “Jangan kau kira aku tidak mengenalimu, ngger!”

“Apa yang sudah kau lakukan, thole? Apa yang kau inginkan? Apakah kamu merasa hina menjadi kawulo alit? Apakah kamu merasa lebih mulia bila menjadi raja? “

“Sadarlah ngger, jadilah dirimu sendiri“. Prabu Kanthong Bolong yang gagah dan tampan, berubah seketika menjadi Petruk. Berlutut dihadapan Semar. Dan Episode “Petruk Dadi Ratu” pun berakhir.

Petruk tersenyum mengingat peristiwa itu. “Ah… hanya Hyang Widi yang perlu tahu apa isi hatiku, selain Dia aku tak perduli” Kembali dia mengayunkan “pecok”nya membelah kayu bakar. Sambil bersenandung tembang pangkur: “Mingkar-mingkuring angkoro, akarono karanan mardisiwi, sinawung resmining kidung, sinubo sinukarto….”
Hahahaha dan Petruk pun tertawa kembali melakoni perannya sebagai Punakawan Resmi mayapada ini.

TAMAT

"Petruk Dadi Ratu"
Diambil dari berbagai sumber

Demikian ringkasan dari Lakon Petruk Dadi Ratu. Banyak hal yang bisa dipetik dari cerita tersebut. Saking populernya lakon tersebut, sempat dibuatkan lagunya dan dinyanyikan oleh Mus Mulyadi.

Monggo… :-)



Share:

2 komentar:

Total Tayangan

Postingan Populer

Mini Set Top Box TV Digital

Set Alat Pel Lantai

HIJAB SEGITIGA INSTAN JERSEY

MY INSTAGRAM